Warkop DKI Reborn Collection
Warkop DKI Reborn is a comedy film series produced by Falcon Pictures. The film series is an adaptation and spinoff from the original Warkop DKI. The film series begins with the 2016 film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1, 2017 sequel Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 2, and will be followed by Warkop DKI Reborn 3 and Warkop DKI Reborn 4. Film series 1 and 2 are directed by Anggy Umbara and starring Abimana Aryasatya, Vino Bastian, and Tora Sudiro, while film series 3 and 4 are directed by Rako Prijanto and starring Randy Danistha, Adipati Dolken and Aliando Syarief.
“Lagian mana ada sih orang kaya mukanya kek bemo.”
Saat para karakter inti dalam Warkop DKI Reborn 3 kembali muncul di end credit untuk mendendangkan “ahaaa… filmnya dibagi dua, filmnya dibagi dua,” saya sama sekali tidak terkejut. Maklum, bukan pertama kalinya mendapat prank semacam ini dari film Indonesia. Pun begitu, bukan berarti hamba tidak ingin mengelus dada kala momen musikal tersebut muncul. Andai saja film yang baru ditonton sanggup menghadirkan pengalaman penuh kesenangan di sepanjang durasinya, hadirnya bagian kedua tentu akan disambut dengan penuh suka cita – saya pribadi termasuk golongan yang tidak keberatan dengan keberadaan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 2. Tapi berhubung babak pertamanya lebih sering membuat saya menertawakan keputusan diri sendiri untuk menonton film tersebut ketimbang menertawakan humor-humornya, ada kebingungan melanda. Ada pertanyaan berkecamuk yang dimulai dengan, “mengapa sih harus dibagi dua? Apa urgensinya?.” Seolah pihak Falcon Pictures sangat percaya diri instalmen reborn terbaru ini akan disambut antusias oleh publik. Kenyataannya, hanya sekitar 800 ribu penonton yang bersedia berbondong-bondong mendatangi bioskop sehingga memaksa rumah produksi untuk mengganti strategi. Alih-alih mengedarkannya di bioskop, mereka memilih untuk langsung menerjunkan Warkop DKI Reborn 4 ke penyedia layanan streaming film dengan harapan bisa sekalian menghibur masyarakat semasa pandemi di rumah. Walau kalau boleh berkata jujur, kata “menghibur” untuk mendeskripsikan film ini terasa terlalu murah hati.
Sekadar mengingatkan lagi barangkali sudah lupa dengan plot di seri sebelumnya, personil Warkop DKI yang terdiri atas Dono (Aliando Syarief), Kasino (Adipati Dolken), dan Indro (Randy Danistha) direkrut oleh Komando Cok (Indro Warkop) untuk menyelidiki tentang aktivitas pencucian uang dalam perfilman Indonesia. Akan tetapi ditengah berjalannya proses investigasi, trio ini justru jatuh pingsan ke dalam kotak dan terbangun di padang gurun Maroko yang tandus. Dalam upaya mencari Inka (Salshabilla Adriani), lawan main mereka di film yang diketahui ikut terjebak di kotak, ketiganya mendapat bantuan dari penduduk setempat, Aisyah (Aurora Ribero) dan Ahmed (Dewa Dayana). Warkop DKI Reborn 4 menyoroti upaya lima sekawan tersebut untuk menemukan jejak-jejak keberadaan Inka yang membawa mereka menghadapi penduduk satu kampung yang penuh lelaki hidung belang, serta mempertemukan mereka dengan seorang bos mafia berbahaya bernama Aminta Bacem (diperankan oleh Rajkumar Bakhtiani – impersonator Amitabh Bachchan). Seolah kawanan ini masih belum cukup mempersulit pencarian terhadap Inka yang menghilang entah kemana, Warkop DKI juga tetap harus memburu Amir Muka (Ganindra Bimo) yang menjadi tersangka utama dalam kasus money laundry dan konon sedang beredar di Maroko.
Pada dasarnya, tak banyak yang bisa diceritakan dalam Warkop DKI Reborn 4 yang konfliknya serasa pengulangan dari seri sebelumnya. Masih berhubungan dengan penduduk suatu kampung yang sekali ini mengincar Aisyah sebagai bentuk timbal balik untuk bantuan yang mereka berikan. Meski kita sama-sama tahu bahwa para protagonis akan bisa meloloskan diri dengan mudah, tapi proses untuk menuju hasil tersebut tak pernah sekalipun mencengkram. Apalagi mengundang gelak tawa. Mengalun dengan amat lempeng seperti halnya personil Warkop DKI (dan juga ekspresi wajah hamba) yang menganggap pertarungan melawan warga-warga terkuat di desa bukan persoalan besar. Pertaruhan terhadap nasib Aisyah pun tidak tampak sehingga kalaupun dia diserahkan kepada si pemimpin desa, siapa sih yang akan merasa kehilangan? Seiring berjalannya durasi, kehadirannya semata-mata diposisikan sebagai damsel in distress demi memberi alasan bagi Dono dan konco-konco untuk berbuat sesuatu sekaligus menjadi objek fantasi bagi Kasino. Walau ya, paling tidak karakternya masih lebih berguna daripada Ahmed yang tak ubahnya tim penggembira saja di seri ini. Tidak ada peran signifikan baginya, bahkan sesi latihan bersama Kasino-Indro semata-mata untuk lucu-lucuan saja tanpa ada keterkaitan dengan pertandingan yang berlangsung sesuka hati atas nama humor. Sedari titik ini pula, film yang penulisan naskahnya ditangani oleh Anggoro Saronto bersama Rako Prijanto (yang juga menduduki posisi sutradara) ini mulai mengabaikan adanya sebab-akibat dalam penceritaan.
Warkop DKI Reborn 4 seringkali tersusun atas kumpulan-kumpulan segmen yang tidak memiliki korelasi antara satu dengan yang lain hanya untuk menunjukkan betapa besarnya biaya produksi yang digelontorkan, atau (lagi-lagi) atas nama humor. Tidak masalah sebetulnya karena toh Jangkrik Boss pun melakukannya. Yang kemudian membedakannya: 1) Babak kedua Jangkrik Boss masih menganggap babak pertamanya ada, tak seperti film ini yang narasinya melenceng sampai-sampai membuat kita lupa dengan jalan cerita dari film terdahulu. 2) Anggy Umbara lebih terampil dalam menangani momen laga yang memiliki excitement atau melontarkan banyolan nyeleneh, sementara Rako cenderung kewalahan. Nyaris tiada tenaga dalam elemen aksi maupun komediknya. Hambar. Beliau memang sudah memperoleh bantuan dari tim tata produksi yang memaksimalkan latar dengan baik dengan menguarkan sisi eksotis dari Maroko. Beliau pun mendapat sokongan dari trio pemain utamanya yang berupaya maksimal, terlebih Randy Danistha yang melebur secara meyakinkan ke dalam karakter Indro dan Aliando Syarief yang cukup menyerupai mendiang Dono. Hanya saja, mereka terkendala oleh materi humor yang lebih banyak melesetnya, bahkan cenderung seksis. Seolah belum cukup bikin penonton istighfar, lawakan di Warkop DKI Reborn 4 mengalami penurunan kualitas secara drastis dari seri sebelumnya yang masih sanggup membekas di ingatan kala memberi penghormatan pada Warkop DKI lawas atau mengaplikasikan Bahasa Arab terbalik yang menggelitik.
Di sini, seperti halnya narasi itu sendiri, sebatas mendaur ulang apa yang sudah-sudah dengan impak yang telah melemah. Kian menambah kebingungan kenapa Reborn teranyar ini mesti dipaksakan buat dipecah jadi dua. Saya ingin sekali tertawa, tapi saya bingung apa yang harus ditertawakan. Apakah saya harus kembali menertawakan keputusan hamba karena memberi kesempatan pada film ini meski sudah dibuat kecewa oleh instalmen terdahulu? Mungkin lebih baik demikian. Gara-gara tak ada yang mengocok perut, durasinya yang hanya 100 menit pun terasa seperti selama-lamanya. Sebuah film yang cocok ditonton oleh kalian yang merasa waktu dalam sehari berjalan terlalu cepat. Syukurlah mereka tidak menyanyi "ahaaa... filmnya dibagi tiga, filmnya dibagi tiga," di ujung cerita.
Note : Ada adegan tambahan di ujung end credit.
Bisa ditonton di Disney+ Hotstar Indonesia
"Nongkrong di warung kopi, Nyentil sana dan sini
Sekedar suara rakyat kecil, Bukannya mau usil"
Begitu bunyi lirik lagu Obrolan Warung Kopi milik Warkop DKI, yang menyiratkan peran mereka, yang bukan sebatas pelawak biasa, melainkan tukang sentil sana-sini yang mewakili keresahan rakyat melalui banyolan. Atas nama modernisasi, esensi tersebut memudar, bahkan nyaris sepenuhnya lenyap, sejak proyek reborn pertama diluncurkan empat tahun lalu. Modernisasi salah kaprah, yang cuma meng-upgrade gaya, biaya, serta teknologi, tapi tidak humor, apalagi sentilannya.
Bahkan setelah Warkop DKI Reborn 3 (2019) mengganti sosok-sosok yang terlibat, baik di depan maupun belakang layar, hasilnya masih sama, kalau tidak lebih buruk. Perolehan jumlah penonton yang menurun drastis (sekitar 843 ribu) seolah membuktikan bahwa publik sudah lelah dengan proyek reborn, yang alih-alih “melahirkan kembali”, justru terasa asing ini.
Melanjutkan kisah film sebelumnya, trio Dono (Aliando Syarief), Kasino (Adipati Dolken), dan Indro (Randy Nidji) terlibat petualangan di Maroko, guna menyelamatkan Inka (Salshabilla Adriani). Dibantu gadis setempat, Aisyah (Aurora Ribero), ketiganya mesti menghadapi barisan penjahat, termasuk bos mafia bernama Aminta Bacem, yang diperankan oleh “kembaran” Amitabh Bachhan, Rajkumar Bakhtiani. Memang Rajkumar sangat mirip dengan sang aktor legendaris, tapi di luar itu, tidak ada kualitas apa pun yang ia tawarkan.
Apakah kalian ingat alasan Dono-Kasino-Indro sampai di Maroko? Apakah kalian ingat kalau semua kekacauan ini bermula saat Komandan Cok (Indro Warkop) merekrut mereka untuk membongkar praktek pencucian uang di industri film yang dilakukan oleh Amir Muka (Ganindra Bimo)? Wajar jika tidak. Sebab naskah buatan sutradara Rako Prijanto dan Anggoro Saronto membuang persoalan di atas.
Selama sekitar 103 menit, Warkop DKI Reborn 4 hanya meninggalkan satu poin: Trio protagonisnya harus menyelamatkan Inka. Perjalanan 103 menit yang dibungkus penceritaan berantakan, di mana satu adegan dengan adegan berikutnya, dipaksakan saling berkaitan, atau malah tanpa kaitan sama sekali. Penyuntingan buruk yang menciptakan transisi-transisi kasar pun semakin menambah sakit kepala kala menonton.
Kelemahan itu sejatinya bisa disangkal dengan opini, “film Warkop DKI bukan soal kerapian bercerita”. Tidak salah. Tapi bagaimana terkait kemampuannya menghibur lewat perpaduan aksi dan komedi? Rako bukan sutradara yang piawai mengolah aksi. Tentu saja saya mengatakan itu bukan didasari keinginan melihat laga sekelas The Raid, melainkan ketiadaan antusiasme. Eksekusinya tak bertenaga.
Sedangkan humornya, meski masih dibarengi efek suara konyol ala sinetron murahan, dan lebih sederhana (baca: kurang kreatif) dibanding film-film sebelumnya (Dua seri Jangkrik Boss dengan keanehan khas Anggy Umbara, Warkop DKI Reborn 3 dengan visualisasi lawakan dari kaset Warkop DKI), masih bisa memancing beberapa tawa berkat penampilan trio aktor utama. Adipati bukanlah Kasino. Setidaknya, akan sulit baginya meniru cara bicara Kasino. Sesuatu yang ia sadari, sehingga memilih fokus pada gestur dan ekspresi jenaka. Aliando, biarpun diganggu riasan buruk, mampu meneruskan pencapaian Abimana dalam menghidupkan kembali sosok Dono di layar lebar. Sedangkan Randy lebih subtil, namun jika ditanya, “Siapa yang paling mirip luar-dalam dengan Warkop DKI asli?”, saya bakal menyebut namanya.
Sayang, performa mereka jadi tak maksimal akibat materi yang hit-and-miss, pula kental seksime. Benar bahwa film-film Warkop DKI rilisan Soraya tampil serupa, tapi bukan berarti harus diikuti. Bukankah ini modernisasi? Hal-hal seperti inilah yang mestinya mendapatkan upgrade. Bukan skala, teknologi, apalagi penambahan twist tak perlu yang seolah jadi suatu keharusan agar sebuah film dipandang “keren”.
Available on DISNEY+ HOTSTAR
For Industry Professionals
*Spoiler Alert: Artikel ini mengandung bocoran film Warkop DKI Reborn 4 yang bisa saja mengganggu buat kalian yang belum menonton.
Bagi banyak orang, Warkop DKI memang legenda komedi Tanah Air. Tak ada grup lawak sesukses dan selegendaris Warkop DKI di Indonesia. Barangkali, berlandaskan itu, Falcon Pictures merupa film-film Warkop DKI dalam skema “reborn”.
Empat tahun lalu, Warkop DKI Reborn pertamanya berhasil, dan jadi film Indonesia terlaris sepanjang masa dengan perolehan lebih dari 6,8 juta penonton. Dibuat film keduanya, angkanya menurun, tapi masih masuk 10 besar film Indonesia terlaris dengan 4 juta penonton.
Tahun lalu, film ketiganya justru dirilis dengan perubahan aktor. Alih-alih mendapatkan kesuksesan serupa, film ini justru mendapat hujan kritikan. Tahun ini, film keempatnya rilis di Disney+ Hotstar, dan masih dibintangi Aliando Syarief, Adipati Dolken, dan Randy Danistha sebagai Dono, Kasino, dan Indro versi “baru”.
Didn't find what you were looking for?
Let us notify you once it becomes available on more services.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Warkop DKI Reborn 4 adalah film petualangan komedi Indonesia tahun 2020 yang menjadi instalmen keempat dalam seri film Warkop DKI Reborn. Film ini disutradarai oleh Rako Prijanto dan dibintangi oleh Aliando Syarief, Adipati Dolken, dan Randy Nidji.[1] Film ini ditayangkan perdana di Disney+ Hotstar pada 25 September 2020.[2]
Dono, Kasino, dan Indro kembali melakukan petualangan baru yang berbeda dari petualangan sebelumnya namun masih berupa kelanjutan cerita.
Warkop DKI berhasil melarikan diri dari suatu hukuman dan berusaha kabur hingga sampai ke Negara Maroko.
Sesampainya di Maroko, mereka diketemukan oleh sosok Yosef yang berperan sebagai sosok jaringan mata-mata anak.
Kejadian demi kejadian membawa Warkop DKI bertemu dengan Bos Amita Bacem yang kemudian menjadi musuh bagi Warkop DKI yang berusaha ingin menyingkirkan mereka.
berbagai upaya dilakukan Warkop DKI untuk menghadapi musuh besarnya itu, namunmampukah mereka melewati segala rintangan yang dihadapkan mereka? atau mampukah mereka meloloskan diri dari serangan demi serangan musuh?[3]
Dijatuhi hukuman gantung di pusat kota, Warkop DKI (Aliando Syarief, Adipati Dolken, A Randy Nidji) berhasil melarikan diri ke Maroko. Di sana mereka bertemu seseorang yang mengendalikan jaringan mata-mata anak-anak. Mereka berhasil mengetahui keberadaan Inka (Salshabilla Adriani) di sebuah riad (rumah mewah tradisional Maroko). Warkop DKI menyusup ke rumah itu, namun kembali tertangkap oleh bos besar Aminta Bacem (Rajkumar Bakhtiani).
Belum Berhasil Bikin Terbahak
Barangkali, genre film yang paling sulit dibuat adalah komedi. Lebih mudah bikin orang ketakutan di film horor, dan lebih mudah bikin orang baper di film drama. Soalnya, setiap penonton hadir dengan selera komedi yang berbeda-beda. Itu sebabnya, bikin film komedi adalah tantangan tersendiri. Sayangnya, film ini belum berhasil menjawab tantangan tersebut.
Film ini cukup menghibur, tapi belum bisa membuat orang terbahak-bahak saat menontonnya. Ada banyak dialog komedi yang mudah ditebak, ada adegan yang tak berhasil dieksekusi dengan baik, dan sederet niat bikin ketawa yang kurang berhasil. Film ini juga sempat pakai lelucon ala Warkop DKI zaman dulu yang sudah umum dan akhirnya tak terlalu bikin penonton terpingkal.
Ungkap Kejahatan Perdagangan Manusia
Warkop DKI Reborn 4 melanjutkan kisah film sebelumnya. Bercerita tentang Dono, Kasino, dan Indro yang hidupnya berubah setelah mendapat tugas menjadi agen rahasia untuk memata-matai kasus perdagangan manusia. Di akhir film Warkop DKI Reborn 3 (2019), trio Warkop ini dipenjara oleh sang antagonis utama, Amir Muka (Ganindra Bimo).
Nah, di film lanjutannya ini, diceritakan para trio Warkop ini berhasil lolos dari jerat hukum dan terus melanjutkan petualangan mereka mencari perempuan bernama Inka, seorang aktris yang mereka sangka akan jadi korban perdagangan manusia.
Singkat cerita, setelah melewati banyak petualangan, mereka berhasil menemukan Inka dan melanjutkan tugas mereka. Berhasilkah trio Warkop ini mengungkap kebenaran?
Sederet Hal yang Belum Terjawab
Reborn ke-3 dan 4 masing-masing berdurasi 103 menit, tapi nyatanya belum cukup menjawab semua misteri. Salah satunya, kenapa mereka dibuang ke Maroko? Jika memang pusat perdagangan manusianya terjadi di sana, kenapa trio Warkop yang jelas-jelas ketahuan sebagai agen rahasia justru dibuang ke Maroko? Kenapa latarnya bukan di India? padahal diceritakan bos utama perdagangan manusia ini adalah orang India.
Lalu, apa juga fungsi peran kakaknya Aisyah yang menyetop mereka di jalan? Toh, alih-alih terlihat berpenampilan bak pendekar, adegan kakaknya Aisyah ini justru sangat minim. Hanya ditampilkan untuk memberitahu trio Warkop jika di mobilnya terdapat bom. Sayang, di adegan bom ini juga gagal menghibur.
Usaha Akting Para Pemeran
Selain set yang “mahal”, makin niat pula para pemeran dalam film ini. Mereka merupakan aktor-aktor yang cukup tenar. Adipati Dolken sebagai Kasino, Randy Danistha sebagai Indro, dan Aliando Syarief sebagai Dono.
Kredit lebih harus disematkan pada akting Aliando yang cukup total memerankan Dono walau kadang jokes-nya kurang ngena. Selain itu, banyak cameo tak terduga.
Barangkali, dari awal niat Falcon Pictures dan Indro Warkop bikin seri film Warkop Reborn hanya untuk melestarikan Warkop DKI. Bukan membuat ulang film Warkop, apalagi menyaingi.
Jadi, aktor sehebat apapun akan sulit menyetarakan kelucuan Dono, Kasino, dan Indro yang dari dulu sudah kocak. Sebagus apa pun skrip, sehebat apa pun aktor, barangkali mereka hanya menjalankan dialog dan bukan tampil sebagai pelawak yang visinya berlakon untuk membuat penonton tertawa seperti yang Dono, Kasino, Indro lakukan di masa lampau.
Meski alur cerita tak ada yang istimewa, syuting di latar Timur Tengah jadi satu kelebihan. Penonton bisa memanjakan mata sekaligus “jalan-jalan”, dan cukup menghibur dari pandemi yang menyesakkan.
Warkop DKI Reborn 4 sudah bisa kamu saksikan di Disney+ Hotstar sejak 25 September. Buat yang udah nonton film sebelumnya dan penasaran sama kisah petualangan Dono, Kasino dan Indro ini, bisa langsung tonton film ini. Buat yang sudah nonton, bagikan pendapatmu di kolom review, ya.
Tahun lalu saya benar-benar heran dengan keputusan Falcon Pictures untuk me-reborn ulang karakter Warkop DKI dalam film yang mereka anggap akan sukses besar, Warkop DKI Reborn. Berbagai hasil negatif baik dari segi ulasan hingga penghasilan (kurang dari sejuta penonton) meski sudah melakukan promo masif yang luar biasa pun didapatkan oleh film yang jalan ceritanya sengaja dibagi dua tersebut. Untung saja ada platform Disney+ Hotstar yang dapat dijadikan wadah untuk memutar kelanjutan filmnya, tanpa sang produser perlu khawatir akan kuantitas penonton di layar lebar yang semakin jatuh. Lalu, bagaimanakah kelanjutan kisah trio Warkop DKI dalam menjalankan misinya?
Warkop DKI Reborn 4 (yang akhirnya dibubuhi angka 4 dalam judulnya) dibuka dengan upaya ketiga sekawan, Dono (Aliando), Kasino (Adipati Dolken), dan Indro (Randy Nidji) untuk lolos dari hukuman mati dengan bantuan Ahmed (Dewa Dayana) dan Aisyah (Aurora Ribero). Berhasil lolos, mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari Inka (Salshabilla Adriani) yang mereka percayai dalam bahaya. Mereka dibantu jaringan mata-mata anak-anak dalam menemukan keberadaan Inka, yang membuat mereka harus berurusan dengan Aminta Bacem (Rajkumar Bakhtiani). Ia adalah otak dari bisnis haram yang dilakukan PH milik Amir Muka (Ganindra Bimo) di Indonesia.
Film ini sejatinya mencoba menghibur kita dengan aspek-aspek komedi yang masih sama seperti pada film sebelumnya. Film menyuguhkan aksi melarikan diri dan penyusupan yang disertai kekonyolan ketiga tokoh utama. Yang akhirnya agak menghibur pun adalah situasi akhir yang disebabkan ulah para tokohnya. Aspek dialog pada film ini pun masih sama. Karena berlatarkan di luar negeri, kita akan melihat orang-orang yang ditemui berbahasa asing tetapi anehnya mereka masih mengerti dialog para trio Warkop yang berbahasa Indonesia. “Bahasa terbalik” yang diucapkan salah satu tokohnya pun akan diperdengarkan kembali pada kita. Yang baru dan cukup baik pada film ini, mungkin, adalah treatment sutradara dalam beberapa kali memanjakan mata penonton dengan visual perjalanan para tokohnya di jalanan di Maroko.
Jika ditanya apakah film ini lebih baik atau buruk dibandingkan film sebelumnya? Saya akan cenderung menjawab “Sama saja”. Karena film ini mengandalkan formula komedi yang sama, sama-sama menjadikan perempuan sebagai objek rebutan para trio Warkop, juga sama-sama disisipi plot absurd guna membuat petualangan mereka tampak lebih rumit. Yang menjadi pembeda hanyalah bahwasanya film ini memiliki konklusi yang jelas akan akhir dari misi trio Warkop. Pada konklusi tersebut, film mencoba memberikan dua kejutan. Pertama, plot twist tentang karakter Inka yang mudah ditebak sejak awal film. Kedua, kemunculan tokoh yang kita kira takkan kembali lagi. Dapat dikatakan, penceritaan pada akhir film lah yang menurut saya terlemah karena saya rasa ada adegan penting yang dipotong pada hasil penyuntingan akhir film. Jika nyatanya tidak ada, saya dapat memaklumi karena film ini memang sering mengesampingkan logika pada ceritanya.
Ketika film selesai, saya merasa tidak mendapatkan apa-apa selain piutang sang sutradara berupa akhir cerita yang jelas. Tidak ada parodi dari karya perfilman Indonesia lainnya, tiada pula isu yang tegas disinggung para tokoh. Saya sengaja mengulas film ini dengan sesingkat-singkatnya karena memang sedikit hal baru yang saya amati dibandingkan pada film sebelumnya. Karena penilaian saya akan film ini banyak berupa “sama saja”, tentu angka yang saya jadikan nilai untuk Warkop DKI Reborn 4 pun sama saja dengan film sebelumnya, yakni 3 dari 10.
Set Produksi yang Terlihat Mahal
Namun, di luar itu semua, film Warkop DKI Reborn 4 ini bisa punya set produksi yang niat. Masih digarap Rako Prijanto dan timnya, film ini menampilkan sinematografi yang epik. Mereka benar-benar syuting di Timur Tengah dan menyajikan shoot adegan yang estetik.
Selain itu, film ini juga cukup niat untuk mempekerjakan banyak warga lokal Maroko untuk ikut serta jadi figuran. Tentu bukan hal gampang mengatur figuran yang berbeda bahasa dan budaya.
Satu lagi, scoring film ini juga digarap baik, walau seringkali filmnya diganggu dengan selingan lagu-lagu ala video klip yang tidak terlalu penting. Barangkali selipan lagu tersebut untuk mengingat kembali bahwa film Warkop dulu suka melakukan hal tersebut.
Masih dengan Plot “Gado-gado”
Tahun lalu, film Warkop DKI Reborn 3 dibanjiri kritik, salah satunya soal plot campur aduk yang dirasa terlalu sembarangan ditempel sana sini. Ternyata, di film keempat ini pun problem itu masih ditemukan. Bisa jadi, filmnya sejak awal sudah rampung dan dibagi dua. Jadi, tidak banyak yang bisa tim produksi lakukan untuk mengevaluasi kritikan dari film sebelumnya.
Sebetulnya, kalau kita nonton film Warkop DKI zaman dulu, plot mereka memang sering campur aduk. Seringkali, di awal cerita trio Warkop DKI punya satu masalah tertentu. Kemudian, di pertengahan atau akhir film, mereka selesai dengan satu masalah dan punya masalah baru.
Sayangnya, di film Reborn ke-3 dan 4 ini terkesan memaksakan. Ada beberapa adegan yang dirasa tidak perlu diselipkan. Berharap dapat membuat penonton tertawa, ternyata justru sebaliknya. Contohnya, adegan ketika Dono naik ke atas panggung untuk memecahkan batu. Agak sulit tertawa di adegan itu. Adegan tersebut pun tak ada sangkut pautnya sama benang merah cerita.